Hujan belum turun, meski September sudah benar – benar penghujung.
Jalan – jalan mulai berkabut, tapi di akhir September kali ini aku
merasa mendapat pencerahan. Bukan hal istimewah, bukan juga kejutan
manis seperti yang dimimpi-mimpiakan para gadis. Melainkan sebuah Luka!
'hey, bagaimana bisa Luka bisa kau sebut sebagai pencerahan?! "
Pasti
diantara kalian (siapa saja) akan ada yang berkata begitu. Luka, Luka
itu cerah bukan? Lihatlah betapa warna yang menyertainya begitu menyala,
Merah! ^_^
Tapi ini bukan tentang warna, melainkan
tentang seperti apa luka itu kusikapi. Kemarau tahun ini terasa lebih
panjang bagiku, karena diwaktu yang seharusnya hujan sudah mulai turun,
aku terpaksa menghujani hatiku terlebih dahulu karena awan gelap dimata
tak lagi terbendung. Kemarau menghadiahi aku Luka!
"Hellooo,,, jadi bagaimana bisa Luka tetap kau sebut pencerahan?!"
Adakah diantara kalian (siapa saja) yang kan mengucapkan kata itu? ^_^
Siapa
yang bisa menyangkal bahwa Luka itu bukanlah sesuatu yang tak
menyakitkan? Dan yang kurasakan adalah yang teramat sakit. Seperti
sebuah godam yang menghantam kepala hingga aku terhuyung, terjungkal,
dan membuat dunia seakan berputar mengambang. Kalau menjiplak gaya
bahasa lebay ala iklan coffee instans G*********, maka “Rasanya tuh
seperti terlempar ke dunia gelap tanpa batas, lalu pijakan seperti
berderai hingga kaki kehilangan ketegapan dan hati mati tanpa permisi.”
:D ( Lebay, bukanlah pada gaya bahasa iklan yang ditiru, tapi pada si penulis itu sendiri ).
Kembali lagi pada Luka yang teramat menyakitkan itu. Bayangan yang selama ini kujaga dan kujadikan barometer tuk mengukur “bahagia” tiba – tiba sirna terhantam kenyataan yang bertahun – tahun terselubung (mungkin oleh kabut – kabut kemarau). Namun
seperti apa akibat yang ditimbulkan dari sebuah Luka, kita bisa
memilihnya. Yang dibutuhkan hanyalah menguatkan hati, karena aku percaya
ketika aku meyakini bahwa aku mampu dan kuat maka kekuatan itu akan
menjadi AKU.
Dan aku memilih untuk berprasangka baik. Luka
ini, seperih apapun, adalah penjelasan bahwa masih ada hal yang salah
pada caraku mewujudkan keinginan tuk bahagia, yang mungkin luput dari
penglihatan hingga membuat terhanyut. Luka ini seperti mengatakan bahwa
ada bagian – bagian yang mesti kuperbaiki. Luka ini mengajari bahwa
kebesaran hati menikmati proses sembuhnya adalah fase dimana hati dan
jiwa menemukan kebeningannya.
Inilah pencerahan yang
diberikan kemarau tahun ini padaku melalui sebuah Luka. Ternyata menarik
senyuman dari hati yang patah tak sesulit seperti di khayalan buruk
tentang Luka. Karena Luka, selain memberikan rasa pedih juga menyertakan
kelegaan. Dan ketika aku mampu mempertahankan ketegapan kaki tuk
berpijak, mampu menarik nafas panjang tuk kemudian tersenyum ikhlas,
sungguh… terasa sangat hebat dan lebih bahagia.
Kemarau, mungkin
bisa saja masih akan panjang… dan Luka juga bukan hal yang bisa sembuh
semudah membalikan telapak tangan. Tapi… aku mau belajar ikhlas menerima
semua ini.
( Semalam, saat September benar - benar penghujung )
..........
[[ thanks to mbak Nkc, mbak Nrf, mbak Ldp, mas Ydh, mas Fhm, mas Biw; walau kalian tak tau tapi saya belajar dari kalian]]
SEPTEMBER 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar