Lari?
Ya benar aku memang selalu berlari. Lari di
dan dari sekian jalan – jalan yang
berliku, bercabang, bahkan tumpang tindih.
Aku
berlari pelan mungkin juga hingga berjalan bila nuansa memeluk hangat ada-ku
dengan kemilau kebahagiaan, Aku berlari kencang bila segala terasa berat atau
mencekam. Dan aku kan berbelok, bahkan seketika memutar haluan, berpindah
cabang bila jalan yang kujejaki terasa hanya menyakiti dan memperlihatkan
kebodohanku bila terus kuikuti.
Aku
kan berlari, jauh, lagi,,,
Persetan
dengan kata orang bahwa setiap bilamana kau telah memilih sesuatu maka kau
harus selalu selesaikan sampai akhir, menurutku tak benar. Toh kita selalu
punya pilihan – pilihan baik lain yang bisa membuat kita bahagia -tentunya tanpa menyakiti orang lain pula-
Bukankah tujuan sederhana namun pasti yang kita inginkan adalah kebahagiaan?
Jadi
buat apa kita bertahan pada sebuah keadaan yang menyakitkan, yang meleburkan
hati, yang sebenarnya kita tau bahwa bila terus melaluinya maka kelak kita akan
selalu terluka oleh belati dan duri yang sama? Buat apa?
Maka,
Kebahagiaan ada dalam banyak bentuk, tidak hanya pada bentuk yang dengan keras
kepalanya kita pertahankan.
Aku
terus berlari, menyapa kupu – kupu yang lewat disebelahku, mengenyahkan kerikil
tajam dibawah kaki, memetik bunga- bunga,
bermandi matahari, memaknai rembulan, memuisikan hitam malam, dihuyung
badai perasaan, aku masih berlari... karena aku tau ada banyak jalan yang bisa
kulalui.
Lalu,
Disebuah
tikungan kulihat kursi tunggu dengan seseorang duduk diatasnya, memandangku
binar, memberi senyum. Tiba- tiba aku tau, ya.. aku tau...
Aku tau aku berlari menujunya....
Maka,
berlarilah bersamaku.